Soal Laporan Pelanggaran Pilkada, Honandar: Lumrah Dalam Proses Demokrasi

IMG-20240831-WA0004.jpg

BITUNG – Terkait adanya laporan sejumlah praktisi hukum soal dugaan pelanggaran UU Pilkada oleh Wakil Wali Kota Bitung yang juga adalah Calon Wali Kota Bitung, Hengky Honandar, ditanggapi santai oleh Honandar.
“Ini hal lumrah dalam sebuah proses demokrasi. Sebagai warga negara memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat dan hal itu harus kita hormati,” ungkap Honandar.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa apa yang diaspirasikan itu wajar, namun tak perlu ditanggapi berlebihan.
“Kita serahkan saja kepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini,” kata Honandar.
Sebagaimana diketahui, ada laporan yang dilakukan oleh sejumlah praktisi hukum kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Bitung terkait pelanggaran Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, dimana dalam pasal 71 ayat 2 berbunyi : Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Sesuai fakta yang terjadi pada poin tersebut, Hengky Honandar selaku Wakil Wali Kota tidak pernah melakukan ataupun terlibat pada pelantikan yang dilakukan oleh Wali Kota pada 22 Maret 2024 yang lalu
“Pak Hengky Hinandar sebagai Wakil Wali Kota tidak pernah dilaporkan soal pelantikan itu. Wali Kota selaku kepala daerah dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) tidak pernah menginformasikan jika ada pelantikan. Paraf koordinasi pun tidak ada. Jadi bagian mana yang dilanggar,” ungkap sumber.
Hal ini juga ikut ditanggapi oleh Ketua Projo Sulawesi Utara sekaligus sebagai Ketua Lembaga Advokasi Hukum, Vebry T. Haryyadi menjelaskan, sebelum memutuskan untuk maju di Pilkada Kota Bitung sebagai calon Wali Kota, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait persoalan tersebut.
“Koordinasi berjenjang sudah dilakukan di Kementerian Dalam Negeri. Dari awal antisipasi sudah dilakukan, dan semuanya aman,” terang Vebry.
Ditambahkannya juga diduga hal ini sengaja dimainkan oleh petahana karena yang bersangkutan tidak bisa mencalonkan diri kembali akibat melakukan pelanggaran undang-undang Pilkada.
Pasalnya kata Vebry, yang bersangkutan (Wali Kota Bitung-red) jelas-jelas melanggar undang-undang tersebut. Baik soal pelantikan 22 Maret 2024 maupun rekomendasi dari beberapa lembaga negara yang tidak dilaksanakan.
“Selain persoalan pelantikan 22 Maret 2024 yang dilanggar oleh Wali Kota Bitung adapun surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor 31487/B-AK.02.02/SD/F/2022 penyelesaian permasalahan pemberhentian JPT Pratama di pemerintahan kota Bitung. Surat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) nomor B-3392/JP.01/09/2023 tentang rekomdasi pengembalian jabatan di pemerintahan kota Bitung. Surat kedua KASN nomor B-447/JP.01/02/2024 tentang penegasan tindak lanjut rekomendasi pengaduan dan penyelidikan kota Bitung. Surat Kementerian Dalam Negeri nomor 800/8299/OTDA tentang klarifikasi terhadap pengaduan terkait permasalahan kepegawaian di lingkungan pemerintah daerah kota Bitung. Terakhir surat dari Kementerian Sekretariat Negara nomor B-10/D-2/Dumas/DM.04/05/2024. Dan 5 surat dari lembaga negara tersebut, semuanya diabaikan oleh Wali Kota Bitung,” urainya.
Jadi jika soal alasan tidak majunya Wali Kota Bitung pada Pilkada 2024 karena fokus pada alasan lain, itu tidak benar. Sebetulnya negara yang membatalkan pencalonan dirinya karena semua pelanggaran diatas.
“Soal alasan tidak maju, itu hanya pengalihan isu. Yang sebenarnya adalah karena dihalangi oleh aturan terkait begitu kompleksnya persoalan yang terjadi di kota Bitung,” Pungkas Vebry Haryyadi.(YodieR)